Gamer, bersepeda atau gowes tampaknya jadi tren baru saat pandemi Covid-19. Minat bersepeda meningkat sejak pandemi Covid 19, terutama di kota-kota besar saat penerepan PSBB. Survei yang dilakukan Institute for Transportation and Development Policy menyebut angka goweser naik 1000% atau 10 kali lipat selama masa PSBB diberlakukan.
Tak percaya? Lihat fakta yang sempat viral ketika ada sebuah toko sepeda di Yogyakarta yang diserbu oleh para calon pembeli sepeda. Mereka rela mengantri buat membeli sepeda. Antrean tersebut sampai mengular meski sebenarnya toko belum buka! Hal ini tak cuma terjadi di Indonesia. Di Amerika Serikat dan Vienna, Austria, hal serupa juga terjadi. Penjualan sepeda naik berlipat ganda!
Untuk Hindari Naik Angkot
Antusiasme bersepeda sebagai salah satu mode transportasi memang pernah terjadi saat era “bike to work” sekitar satu dasawarsa lalu. Saat itu, gerakan bersepeda mempunyai motivasi ekologis, yaitu mengurangi polusi udara.
Sekarang, ternyata motivasi orang bersepeda berbeda. Bukan lagi biar bumi tidak makin kena polusi, tetapi anggapan bahwa bersepeda saat ini jadi sarana transportasi alternatif agar tidak berjubel naik angkutan umum. Banyak goweser yang beranggapan bahwa bersepeda jauh lebih aman, lebih hemat, plus lebih sehat ketimbang naik kendaraan umum.
Ide tersebut memang tak salah. Bahkan, sekelas organisasi kesehatan dunia (WHO) pun menganjurkan aktivitas bersepeda ini menjadi moda transportasi sebagai alternatif naik angkutan umum yang sangat berisiko menjadi tempat penularan virus Corona. Seperti kita tahu, angkutan umum di kota-kota besar Indonesia, terutama Jakarta, selalu dipadati oleh penumpang yang tak lagi bisa melakukan social distancing.
Nah, bersepeda jadi pilihan yang dianggap lebih sehat dan aman karena tetap memungkinkan social distancing, sekaligus bersepeda merupakan olahraga yang melatih sistem kardiovaskuler, memperkuat otot, dan menjaga fleksibilitas sendi. Asal dilakukan secara benar dan di tempat yang tepat loh!
Kendala Gowes Saat Pandemi
Pada dasarnya, bersepeda pasti lebih sehat dibandingkan duduk berjam-jam di belakang kemudi. Tetapi, dalam bersepeda dalam lingkungan dan kondisi yang tak mendukung juga bukanlah pilihan tepat untuk hidup sehat.
Belajar dari pengalaman para goweser “Bike to Work” dulu, polusi jadi musuh utama para goweser. Saat bersepeda, paru-paru membutuhkan lebih banyak oksigen.
Masalahnya, saat bersepeda di tengah ribuan kendaraan di Jakarta, yang dihisap oleh paru-paru adalah partikel debu dan karbonmonoksida hasil kentut knalpot motor. Jika dihirup dalam waktu yang lama, polusi udara ini akan mengakibatkan beragam penyakit pernafasan hingga kanker.
Itu baru soal potensi polusi yang bakal kamu jumpai saat bersepeda di jalanan ibukota. Apalagi yang perlu kamu pikirin sebelum memutuskan untuk bersekolah ataupun bekerja di tengah pandemi ini?
1. Pernafasan Cederung Tidak Lancar Menggunakan Masker
Salah satu cara paling efektif agar terhindar dari penularan Covid-19 adalah dengan menggunakan masker. Masalahnya, secanggih apapun masker yang kamu pakai, tetap saja udara yang masuk melalui hidung lebih terbatas daripada saat tidak menggunakan masker.Ada konsekuensi bahwa dengan menggunakan masker, sebaiknya aktivitas fisik tidak terlalu berat agar tak ngos-ngosan. Jika tetap dipaksakan, maka ada kemungkinan otak kekurangan oksigen sehingga dapat menyebabkan pingsan.
2. Tetap berpotensi berdekatan dengan sesama pesepeda
Dengan naiknya minat bersepeda hingga 10 kali lipat, tentu saja pengguna jalur untuk sepeda yang telah disediakan lebih banyak. Hal itu tetap saja memungkinkan kita tidak bisa melakukan social distancing.
3. Tidak aman bersaing dengan kendaraan bermotor
Meski sudah disediakan jalur bersepeda, tetapi di tengah jalan yang sangat padat, kita akan berebut area dengan para pemotor yang barbar dan kurang sabar. Itu justru dapat membahayakan keselamatan kita.
4. Bersepeda dengan earphone jadi tak waspada
Bersepeda tentu biasa disertai dengan menggunakan earphone, seperti Rexus EP2 atau TWS Rexus, karena bakal lebih santai dan tak terasa capek. Sayangnya, justru kondisi seperti itu banyak dimanfaatkan para penjahat untuk merampas barang bawaan kita.
5. Tak menjamin terhindar dari penularan virus
Secara reflek, tangan selalu mengusap atau menyentuh wajah saat terasa ada benda asing atau keringat mengenainya. Saat bersepeda, maka wajah akan rentan terhadap keringat dan terpaan debu sehingga potensi kita menyentuh wajah justru lebih besar. Belum lagi jika saat capek bersepeda, kita tergoda mampir di warung pinggir jalan untuk sekedar minum. Ini mah sami mawon…
6. Kecapekan justru membuat daya tahan tubuh menurun
Siapa yang bisa menjamin bahwa bersepeda dari Depok ke Sudirman Jakarta yang berjarak sekitar 25km tidak bakal membuat capek? Pasti tidak ada. Bersepeda itu aktivitas fisik yang melelahkan – meski kamu terbiasa. Dalam kondisi capek, tubuh akan menurun daya tahannya dan hal ini jadi celah besar bagi virus Corona untuk menginfeksi.
Boleh Gowes, Asal…
Bersepeda akan lebih sehat jika kondisi lingkungannya adalah sebuah kota kecil yang belum banyak kendaraan bermotor. Kondisi ideal inilah yang cocok untuk anjuran bersepeda bagi masyarakatnya pada era new normal ini. Bukan seperti di jalanan Jakarta ataupun kota besar lainnya.
Kedua, bersepeda ke tempat aktivitas dapat dilakukan asalkan jaraknya tidak terlalu jauh dari tempat tinggal. Kalau rumahmu di Bogor dan tiap hari harus bersepeda ke Jakarta PP, itu sama saja bunuh diri, men.
Ketiga, kenali kondisi tubuh. Jika tubuh mudah lelah atau mempunyai riwayat penyakit, hindari bersepeda ke tempat kerja deh. Sangat berisiko.
Keempat, tetap gunakan alat pelindung diri yang optimal saat bersepeda, seperti face shield, bawa hand sanitizer, ataupun menyediakan baju ganti di kantor sehingga baju kotor yang digunakan di jalan bisa kita simpan.
Kelima, tetap jaga aturan saat di jalan. Jalanan itu layaknya rimba yang mengerikan. Kamu harus tetap waspada selama di jalanan.
Sebagai Gamer Cerdas, kita tentu bisa lebih cerdas mempertimbangkan sebelum mengikuti semua trend yang ada di masyarakat. Sesuaikan dengan kondisi lingkungan, kemampuan diri sendiri, dan tentu kebiasaan kita. Era new normal memang membutuhkan adaptasi, tetapi adaptasi itu haruslah merupakan adaptasi yang cerdas, bukan asal beradaptasi.
Selalu jadi Gamer Cerdas, Gaes!